Selamat Datang di Ucap Ucap Cuap

Ucapan yang dilandasi oleh keinginan untuk menyalurkan rasa baik kekecewaan maupun dukungan atas apa yang penulis rasakan. Semoga bermaanfaat dan dapat menginspirasi. Tak lupa penulis minta maaf jika ada kesalahan yg pastinya tidak disengaja.

Selasa, 10 Juni 2008

Ciater-ku yangTernoda

Liburan ke mana ya...... Ah sebagai orang yang telah lama di Bandung belum banyak tempat - tempat wisata di sana yang saya kunjungi. Akhirnya saya putuskan pergi ke Ciater sekalian bermaksud untuk membuktikan khasiat air panasnya.
Seperti biasa begitu mobil akan masuk kita harus mebayar tiket masuk yang jumlahnya adalah jumlah orang dalam mobil tersebut dikali harga satu tiket, yang entah berapa saya lupa..
Sesampainya di dalam, ada area yang dikelilingi sungai - sungai kecil dengan air panas yang sudah tidak terlalu panas akibat jarak dari sumbernya yang sudah agak jauh, ditambah dengan sampah - sampah plastik seperti gelas dan botol air mineral yang dibuang sembarangan oleh pengunjungnya. Namun yang ingin saya ceritakan di sini, adalah suatu fenomena yang janggal, di mana di tempat yang sifatnya umum ( bukan kolam renang air panas atau tempat khusus berendam ), di mana seharusnya pengunjung bisa duduk sambil mencelupkan kakinya ke dalam air sungai yang saya ceritakan di atas telah digelar sejumlah tikar oleh orang - orang yang merasa itu sebagai kavling - kavlingnya. Saya sebagai pengunjung tidak mendapat tempat karena area di pinggir sungai itu telah penuh dengan tikar dan kalau kita ingin duduk harus membayar sejumlah sepuluh ribu per tikar. Kalau kita membawa alas untuk sekedar duduk maka akan percuma saja, karena sudah tidak kebagian kavling. Inilah yang saya rasa janggal, kok bisa - bisanya mereka merasa itu sebagai kavling mereka padahal itu jelas - jelas area umum di mana seharusnya orang bisa duduk. Okelah kalau mereka ingin mencari nafkah dengan menyewakan tikarnya. Tapi seharusnya tikar dalam keadaan tergulung dan tidak dibentangkan memenuhi area umum, sehingga orang harus terpaksa menyewa tikar ( baca :kavling ) mereka, padahal kita berhak untuk membawa alas duduk sendiri. Saya sempat menceritakan hal tersebut ke petugas yang kebetulan lewat, namun jawabannya membuat saya lebih heran lagi, kearena dia mengatakan ... " Ya memang begitu Bu".... Wah inikan aneh???? Tapi yang lebih aneh lagi masa' sih pemerintah daerah tidak tahu hal ini? Atau mereka sengaja membiarkan usaha ilegal ini karena ada oknum pemerintah yang menjadi bos dari usaha ilegal ini ? Wah...saat itu saya baru menyadari ternyata di negara kita ini, ada hal -hal yang tidak fair namun kita sulit mau mengadu ke mana. Terasa sulit untuk menegakkan keadilan di negeri ini. Bagaimana pariwisata kita bisa maju dan berkembang kalau banyak terjadi mafia dan ketidak adilan, ketidak nyamanan seperti ini???
Kepada teman - teman yang ingin berkunjung ke Ciater saya sarankan untuk langsung saja menuju ke kolam renang atau ke tempat berendam pribadi, walaupun di sana harus membayar lagi tetapi lebih fair dibandingkan dengan area umum yang saya ceritakan tersebut di atas.

Senin, 26 Mei 2008

Sekolah Umum atau Home Schooling ?

Beberapa minggu yang lalu kita memperingati hari pendidikan nasional. Saya jadi ingin mengomentari tentang sistem pendidikan di negeri tercinta ini. Mungkin anda sependapat bahwa pendidikan itu sangat penting dan karenanya kita para orang tua berupaya mengusahakan agar anak - anak kita mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Sejauh ini saya masih merasa bahwa pendidikan ke sekolah ( umum ) adalah alternatif yang terbaik dibandingkan dengan yang lain seperti home schooling yang sekarang ini sedang trend di negeri kita khususnya di kota - kota besar. Alasannya adalah karena di samping anak belajar ilmu pengetahuan, mereka juga akan belajar bersosialisasi, juga belajar tentang kerja kelompok ( team work ) , disamping juga mengajarkan disiplin pada anak karena mereka harus bangun pagi dan melakukan rutinitas sebelum berangkat seperti mandi, berpakaian seragam dan sarapan.

Namun makin hari saya amati, sekolah sekolah umum baik swasta maupun negeri, kian menunjukkan rendahnya nilai - nilai edukasinya alias hanya memikirkan keuntungan / profit semata. Kita memang tahu kalau barang bagus harganya pun bagus alias mahal. Pendidikan yang berkualitas memang akan mahal karena diberikan oleh pengajar yang handal ( berkualitas ) juga karena disertai dengan prasarana penunjang. Jadi sebagai orang tua, saya berharap anak yang saya sekolahkan di sekolah swasta mampu memenuhi harapan itu.

Namun yang saya rasakan kualitas dari pengajar dan cara - cara pengajar ( pendidik ) mencari uang tambahan di luar gaji, membuat saya agak kecewa. Sebagai contoh, anak - anak yang bersekolah di sekolah swasta yang sekolahnya hanya 5 hari dan mereka pulang sekolah kira - kira pukul 14.30 kok masih saja ada guru yang memberikan les tambahan setelahnya. Bayangkan saja anak - anak telah berada di sekolah selama kurang lebih 6 jam , di mana seharusnya mereka cukup mendapat ilmu yang sekiranya masih tersisa di ingatan mereka saat mereka pulang ke rumah, ternyata hanya sebagian kecil saja yamg masuk di kepala mereka. Jadi untuk apa mereka berlama - lama di sekolah. Kondisi ini dimanfaatkan oleh sebagian guru untuk membuka les setelah pulang sekolah . Padahal kalau lihat data IQ mereka adalah di atas rata - rata( tidak ada yang rendah sekali alias IQ jongkok) , sepantasnya mereka memiliki daya tangkap yang bagus terhadap pelajaran yang diberikan, ASALKAN memang benar pelajaran itu diberikan dengan cara atau pendekatan yang baik, sederhana, disertai contoh - contoh yang tepat. Tetapi jika terjadi KORUPSI dalam memberikan pelajaran di mana banyak informasi yang seharusnya diberikan saat jam pelajaran tersebut tetapi disembunyikan dan siswa tidak dirangsang untuk bertanya, ya.... jadilah mereka tidak mengerti apa - apa atau hanya sedikit yang sampai di otak mereka. Hal seperti ini memang saya rasakan saat saya di SMA dulu. Guru datang hanya membagikan soal, berbicara sangat hemat tanpa merangsang anak - anak untuk bertanya terhadap topik yang sedang diberikan. Tetapi ternyata alangkah bedanya cara guru tersebut memberikan pelajaran di kelas les di luar jam sekolah. Hal ini saya ketahui karena akhirnya saya memutuskan terpaksa ikut les mengingat nilai yang saya peroleh saat ulangan tidak memuaskan saya dan anehnya teman - teman yang tadinya biasa - biasa saja ( nilainya di bawah saya) bisa memperoleh nilai yang bagus dengan waktu pengerjaan yang singkat. Itulah yang membuat rasa penasaran saya, sehingga saya terpaksa ikut les. Kenyataan seperti ini kini telah lumrah terjadi di masyarakat kita.

Beruntung saat anak saya sekarang bersekolah saya masih memiliki waktu untuk mereview pelajarannya sehingga dia tidak perlu ikut les ( pelajaran sekolah ). Dan kenyataan hampir selalu saya ulangi menjelaskan tiap topik mengingat banyak hal yang tidak dimengerti. Jadi saya sering bertanya..... untuk apa berlama - lama di sekolah kalau akhirnya baru mengerti pelajaran itu saat saya jelaskan?

Sekarang saya bisa memahami kenapa akhirnya ada beberapa orang tua yang memutuskan untuk Home schooling bagi anaknya, disamping alasan - alasan lain, seperti anak yang capek ke sekolah karena faktor jarak, anak tersebut memiliki bakat khusus yang sudah menunjukkan prestasi dll.

Kalau menurut saya, sebaiknya para pengajar harus introspeksi diri, kenapa ada anak yang masih belum mengerti akan pelajaran yang diberikan, misalnya mengevaluasi lagi apakah metoda yang diberikan bisa masuk ke otak anak didik. Jangan memanfaatkan kondisi tersebut dengan akhirnya membuka les ( tidak gratis ) di luar jam sekolah. Jika memang anak tersebut betul betul memerlukan bantuan untuk menerima les tambahan, semestinya les itu diberikan oleh guru yang tidak mengajar langsung, untuk menghindari kecurangan -kecurangan seperti memberikan bocoran soal yang akan dikeluarkan. Pihak sekolah terutama Kepala sekolah sudah seharusnya mengawasi dan mentertibkan para stafnya. Kan aneh ......katanya gurunya hebat - hebat... tapi kok gagal mengajar di dalam kelas (jam sekolah ) tapi berhasil mengajar di kelas Les????

Rabu, 21 Mei 2008

Pendidikan moral anak

Bangsa yang bermartabat menurut saya adalah bangsa yang mampu menanamkan dan menerapkan kaidah - kaidah atau norma - norma yang diakui secara universal, baik itu yang dilandasi oleh agama, hukum ,tata krama atau sopan santun. Saya yakin setiap agama mengajarkan sesuatu yang baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Tata krama atau sopan santun adalah salah satu bentuk implementasi dari ajaran agama itu sendiri.

Tetapi mari kita lihat dan kita introspeksi diri, sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia sudahkah kita merasakan adanya penerapan norma - norma itu dalam kehidupan sehari - sehari? Saya merasa masih banyak aspek kehidupan di dalam negeri kita ini jauh dari sentuhan norma. Contoh nyata adalah bagaimana etika sebagian masyarakat kita dalam berlalu lintas. Banyak mobil - mobil mewah berlalu lalang di jalan raya juga pengendara sepeda motor yang dengan semau gue melintas di jalan tanpa mengindahkan aturan lalu lintas. Mengapa hal - hal penting dan menyangkut keselamatan diri ini menjadi hal yang sangat sulit diterapkan di negara kita ?? Apa sih penyebab utamanya ? Kalau menurut pendapat saya ini semua berawal dari sikap moral yang dimiliki oleh bangsa kita. Sikap tidak mempedulikan orang lain, yang penting dirinya mencapai tujuan, adalah hal biasa yang kita lihat sehari - hari.

Contoh lain adalah bagimana orang dengan seenakkya merokok di tempat - tempat yang sudah jelas ada larangannya ataupun merokok di tempat anak - anak yang sedang bermain. Di manakah nilai - nilai toleransi atau nilai moral itu ? Apakah kita setuju kalau kita disebut masyarakat yang tidak bermoral atau bermartabat?

Sikap moral itu sendiri tidak terbentuk begitu saja tetapi melalui proses yang panjang, yang tentunya dimulai dari rumah, dari contoh dan pendidikan yang diberikan oleh orang tua atau lingkungan terdekatnya.
Karena itulah saya kira pendidikan moral bangsa ini sudah sepatutnya menjadi perhatian penting bagi orang tua agar generasi bangsa kita memiliki moral yang baik, yang kelak akan menunjukkan martabat bangsa.
Untuk dapat memberikan pendidikan dan contoh - contoh nyata kehidupan bermoral itu memang bukan hal yang mudah. Orang tua yang kini memiliki putra - putri balita maupun anak - anak yang sedang bersekolah , sudah sepatutnya memliki banyak informasi, baik melalui membaca, mendengar, melihat dan training tentang bagaimana membentuk kepribadian yang baik, bermoral yang sesuai dengan norma - norma berlaku. Jika sejak dini anak dilatih untuk mengikuti aturan dan memahami mengapa aturan itu dibuat dan bukan semata - mata karena takut tanpa alasan, saya yakin negeri ini akan melahirkan generasi bangsa yang beradab.
Pendidikan memang menjadi landasan kuat apakah seseorang itu akan mampu menerapkan norma - norma itu. Namun jangan salah mengartikan pendidikan dengan sekolah, karena orang yang memiliki kesempatan bersekolah tinggi bahkan sampai keluar negeri sekalipun, jika dalam dirinya idak pernah mendapatkan pendidikan ( baca : pelajaran moral / budi pekerti ) maka dia tidak ada bedanya dengan orang - orang yang tidak mengecap sekolah. Hal ini bisa kita lihat, banyak orang di Indonesia dengan bergelar kesarjanaan yang telah mapan secara ekonomi, dengan segala ciri kemodern-an nya, terlihat sangat miskin moralnya karena merokok di tempat - tempat yang terlarang ( walaupun tidak ada tanda larangan ), seperti tempat bermain ( play ground ), padahal dia pasti tahu bahaya perokok pasif itu, tetapi tetap saja karena ego dan kesadarannya yang kurang hal itu tetap dilakukan. Ini hanyalah salah satu contoh yang sering kita lihat. Belum lagi soal berlalulintas, yang jelas - jelas ada tanda - tandanya, tetapi karena alasan tidak ada polisi yang berpatroli, maka aturan tidak perlu diindahkan. Ya ....saya kira ini berawal dari kurang pahamnya mengapa peraturan itu dibuat.
Jadi saya simpulkan kalau kita ingin melahirkan generasi yang bermoral, bermartabat, bebas KORUPSI, marilah kita para orang tua berjuang memberikan PENDIDIKAN MORAL SEJAK DINI dari rumah kita masing - masing.
Selamat berjuang